Jakarta, MPOL - Bursa Komoditas Uzbekistan atau
Uzbek Commodity Exchange mendandatangani Nota Kesepahaman dengan Indonesia Commodity & Derivatif Exchange (
ICDX) atau Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia (BKDI) untuk berkolaborasi dalam mengembangkan pasar derivatif di Uzbekistan. Nota Kesepahaman ini bertujuan untuk memanfaatkan keahlian dan pengalaman
ICDX dalam membangun dan mempromosikan lingkungan perdagangan derivatif yang kuat.Fajar Wibhiyadi, Direktur Utama
ICDX dalam keterangan resminya kepada media, Senin 19 Agustus 2024 mengatakan, "Adanya Nota Kesepahaman ini tentunya menjadi hal positif dalam upaya
ICDX untuk mengembangkan pasar. Ini merupakan kesempatan baik bagi
ICDX dan
Uzbek Commodity Exchange untuk bisa melihat bahkan mungkin kedepan bisa saling mengembangkan produk-produk yang sesuai dengan kebutuhan pasar.""Harapan kami, dengan adanya Kerjasama ini, kedepan akan menjadi stimulus bagi
ICDX untuk terus berkembang, baik itu dari sisi produk, volume transaksi, maupun layanan kepada pemangku kepentingan", ungkap Fajar Wibhiyadi.Penandatanganan Nota Kesepahaman dilakukan secara resmi pada Jum'at, 15 Agustus 2024 di Jakarta, dilakukan oleh Ziyoviddin Badriddinov selaku Chairman of the Board
Uzbek Commodity Exchange, serta Fajar Wibhiyadi, Direktur Utama
ICDX dan Nursalam, Direktur
ICDX.Beberapa point penting yang ditandatangani dalam Nota Kesepaham antara
ICDX dengan
Uzbek Commodity Exchange ini meliputi Pengembangan pasar Derivatif, Pertukaran informasi, Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kerjasama teknis dan layanan konsultasi, Pengembangan Pasar, serta Kepatuhan terhadap Peraturan. Sebagai catatan,
ICDX di tahun 2024 sampai dengan semester I mencatatkan transaksi sebanyak 5.724.852,55 Lot, dengan komposisi 4.917.608,55 Lot merupakan transaksi Sistem Perdagangan Alternatif, dan 807.244 Lot adalah transaksi Multilateral. Secara Notional Value, sepanjang semester I tahun 2024 ini tercatat sebesar Rp 10.794 Triliun, dengan komposisi Rp 10.718 Triliun di transaksi Sistem Perdagangan Alternatif, dan Rp 76 Triliun di Transaksi Multilateral.**