Jakarta, MPOL - Perbedaan pandangan hal wajar dalam
Pemilu 2024, selalu ada gonjang-ganjing, bagi yang kurang puas selalu menyudutkan, apakah itu penyelenggara Pemilu ataupun pihak lainnya, demikian anggota DPR RI Herman Khaeron (F.Demokrat) mengatakan dalam dialektika Demokrasi "Merajut Kembali Kebersamaan Membangun Negeri Usai
Pemilu 2024", bersana anggota DPR RI Guspardi Gaus (F.PAN), dan pengamat politik Abdul Hakim MS, Kamis (14/3) di DPR RI Jakarta.Menurut Herman Khaeron Kita ini sudah berpengalaman dalam Pemilu, Sejak Indonesia merdeka, semestinya ya sudah tidak ada lagi friksi yang harus dibangun atau dikembangkan, selain tentu kita bagaimana menatap kedepan lebih baik lagi. Meski ya tentu koreksi-koreksi terhadap perjalanan pelaksanaan Pemilu ya harus dilakukan, karena tidak ada sistem yang sempurna di dunia ini tidak ada cara yang sempurna di dunia ini tentu harus selalu ada perbaikan-perbaikan.Yang kedua dalam kepemiluan tentu ada sistem-sistem yang ini memungkinkan bahwa bagi yang tidakpuas silahkan menggunakan sistem ini menjadi bagian dari ketidakpuasannya. Kalau dalam tahapan Pemilu ada indikasi kecurangan, penggelembungan suara, pemanfaatan instansi pemerintah ataupun dan lainnya yang itu bertentangan dengan undang-undang Pemilu, ataupun bertentangan dengan pasal-pasal yang diatur di dalam undang-undang Pemilu, tentu ada medianya, ada sarananya.Oleh karenanya kalau kemudian Pemilu dianggap ada masalah, kita selesaikan dalam media-media yang sudah ditetapkan tadi dan bahkan kalau kemudian bahwa ada persoalan dalam penyelenggaraan pemilu, oleh pihak penyelenggara ya nanti kita rubah, seperti apa perubahannya di dalam revisi undang-undang kepemiluan.Artinya, banyak Persoalan yang semestinya tidak diangkat menjadi sebuah isu politik, apalagi kemudian ini membuat sebuah opini publik, wacana yang sesungguhnya, mendegradasi terhadap penyelenggaraan Pemilu. Karena kalaupun tahun kemudian ada yang disebutkan oleh pihak tertentu, banyak kecurangan dan banyak menabrak undang-undang Pemilu, sampai saat ini pun belum pernah disampaikan, bahkan dikenal Kanal pemilu sudah disebutkan bahwa tidak ada kecurangan di dalam pelaksanaan pilpres, nah kalau Pileg tentu berproses ya walaupun karena itu sangat tergantung kepada individu dan partai-partai yang ada.Kalau merujuk kepada hal tersebut, semestinya tidak ada lagi tema-tema yang kontradiktif, tema-tema yang kemudian membangun priksi, justru saat ini adalah temanya bagaimana kita membangun bangsa dan negara ke depan, agar lebih baik lagi, bagaimana membangun bangsa Indonesia melanjutkan terhadap hasil-hasil pembangunan sebelumnya dan kemudian mengakselerasi terhadap pembangunan yang baru, dalam rangka menuju Indonesia yang lebih makmur, masyarakat yang lebih adil dan sentosa, tutur Herman Khaeron.Sedangkan Guspardi Gaus mengatakan dengan judul merajut, keinginan dari teman-teman, setelah terjadi Pemilu pasti akan menimbulkan dinamika, tebal, tipis besar, kecil tergantung kepada pandangan dari masing-masing peserta pemilu dan tergantung juga dari persepsi dari pandangan dari berbagai elemen masyarakat.Apa yang di rajut, itu adalah kebersamaan, luar biasa dan menjadi kontribusi-kontribusi besar, bagi kita tema-tema ini kalau dapat juga disosialisasikan bukan hanya untuk di di DPR ini, tetapi pesan-pesan ini harus disampaikan ke seluruh elemen masyarakat. Itu sangat ditunggu karena memang bagaimanapun, setelah terjadi pemilu, ada yang tercabik-cabik akibat daripada berbagai dinamika problem dan lain sebagainya.Apa kebersamaan dalam rangka membangunnya, sangat mulia, setelah usai
Pemilu 2024. Ini adalah sebuah keniscayaan, dari judul yang disampaikan merajut kembali berarti ada sesuatu yang sesuatu yang sobek. Sesuatu yang tercabik-cabik, itu logika yang kita tangkap dari judul dan itu adalah sebuah keniscayaan dan kita tidak boleh menampikan itu adalah bagi saya adalah Sunnatullah.Keadaan kejadian yang terjadi dalam proses tahapan-tahapan pemilu, dari sejak awal sampai detik ini banyak persoalan-persoalan dan saya tidak usah ungkapkan dengan berbagai kalimat dan lain sebagainya. Saya di Komisi II, tentu adalah orang yang bertanggung jawab sukses atau tidaknya Pemilu itu.Oleh karena itu di sini saya sampaikan di berbagai Mas Media, yang ingin saya sampaikan adalah, adanya wacana untuk melakukan angket. Selalu saya katakan, hak angket adalah merupakan hak dari masing-masing anggota DPR, sampai detik ini ada pertanyaan seperti itu. Apakah ada orang yang berhak untuk melarangnya, tidak.Karena itu merupakan hak dari anggota DPR, dan saya adalah pendukung dari Prabowo. Tetapi untuk mekanisme hak angket, ada aturan main yang diatur. Apa itu, itu adalah hak inisiatif dari anggota, yang minimal didukung oleh 25 orang dan minimal lebih dari satu fraksi. Artinya kemarin terjadi paripurna, membuka masa sidang dan ada beberapa teman yang menyatakan adanya hal-hal yang semacam itu dikemukakan, menurut saya itu adalah hal yang biasa-biasa saja.Dan itu tidak termasuk proses yang mekanisme terhadap tata aturan untuk melaksanakan hak angket, itu yang perlu saya tegaskan. Hak angket itu gampang-gampang saja dan tidak ada persoalan. Menurut pandangan pribadi saya hak angket insya allah tidak akan terjadi. Satu sisi hak angket adalah hak anggota dewan dan jadi jangan salah paham. Tetapi filing saya menyatakan hak angket tidak akan terjadi, tutur Guspardi Gaus.Sementara itu Abdul Hakim mengatakan setelah Pemilu selalu ada wacana isu yang fragmentasinya bisa kita urutkan saya sederhanakan ke tiga kelompok besar saja, Maka isu dan dinamika yang ada, kalau kita fragmentasikan biar isu sederhana melihat petanya, itu akan mengkrucutkan kepada tiga kluster utama. Pertama Isu-isu yang akan dipandu dan di Gaiden oleh kontestan yang akan mengalami kekalahan. Semua isu yang akan digiden oleh ini adalah narasi-narasi yang intinya poin pertama akan selalu mempertanyakan kontroversi hasil Pemilu.Caranya dengan membangun ketegangan politik yang berupaya ujungnya adalah untuk melakukan legitimasi terhadap kelembagaan kepemiluan. Coba bayangkan, cluster itu yang akan beredar sekarang ini adalah isu dari fragmentasi yang pertama ini misalnya, ini adalah Pemilu terbrutal menurut kata-kata orang.Pemilu dengan tingkat kecurangan tertinggi, narasi ini sebetulnya dikeluarkan kalau kita fragmentasi, cluster sederhana pasti ujungnya adalah cari kontestan-kontestan yang belum bisa memenangi pertarungan. Ini akan dilakukan secara terus-menerus, sebab ini akan menjadi pondasi penting bagi mereka untuk mengarungi dunia politik lima tahun ke depan, dalam konteks Indonesia.Pembangunan harus ini tidak akan berhenti sampai nanti, saat ini Pemilu belum selesai, ini tanggal 20 Maret baru diputuskan, masih ada proses Bawaslu, masih ada proses mahkamah konstitusi dan yang sekarang yang sudah disinggung oleh Guspardi Gaus, akan dilakukan proses upaya meskipun ini tidak akan pernah dalam sejarah Indonesia itu, akan membatalkan hasil Pemilu, upaya sekarang yang menggulir adalah hak angket. Dalam sejarah sejak pemilu langsung, hak angket belum ada sejarahnya untuk bisa membatalkan hasil Pemilu, tutur Abdul Hakim.**