Medan, MPOL-Pengamat sosial politik
Shohibul Anshor Siregar menyebut jka benar adanya indikasi bahwa calon
Ketua DPRD Medan dari
PDIP dipilih berdasarkan preferensi pribadi Ketua DPD
PDIP Sumut—seperti yang diduga terjadi dengan Wong Chung Sen—maka ini menimbulkan pertanyaan serius tentang kepatuhan terhadap mekanisme internal partai. Partai politik seharusnya berfungsi dengan prinsip meritokrasi, di mana penunjukan jabatan didasarkan pada kualifikasi, pengalaman, dan kepatuhan terhadap aturan partai, bukan pada kedekatan personal dengan pimpinan tertentu.
Jika aturan partai dilanggar, ini bisa merusak citra
PDIP sebagai partai yang menjunjung demokrasi internal dan dapat menimbulkan ketidakpuasan di kalangan kader serta konstituen.
"Dugaan bahwa
PDIP lebih cenderung menetapkan Wong Chung Sen sebagai
Ketua DPRD Medan meskipun Roby Barus, Sekretaris DPC
PDIP Kota Medan, dinilai lebih layak dari segi struktural, mengisyaratkan adanya potensi konflik internal. Di banyak partai, posisi sekretaris partai daerah dianggap strategis karena figur ini biasanya memiliki hubungan langsung dengan basis partai dan dinamika di lapangan. Jika kualifikasi struktural diabaikan, ini dapat menciptakan ketegangan internal dan bahkan perpecahan yang merugikan soliditas partai di Medan," kata Shohibul kepada wartawan, Sabtu (5/10).
Shohibul mengingatkan pentingnya partai politik, terutama
PDIP, untuk memperhatikan harapan publik dalam memilih
Ketua DPRD Medan. Ketua DPRD tidak hanya menjadi pemimpin legislatif, tetapi juga sebagai simbol representasi masyarakat kota. Oleh karena itu, sosok yang dipilih harus mencerminkan keragaman populasi Kota Medan dan memiliki kapasitas untuk menampung aspirasi berbagai kelompok sosial. Ini termasuk pemahaman mendalam terhadap kebutuhan masyarakat, keberpihakan kepada rakyat kecil, dan komitmen untuk menjaga transparansi dalam kebijakan publik.
Masyarakat cenderung menilai kepemimpinan dari segi representasi, termasuk latar belakang etnis dan agama.
"Lima tahun lalu,
Ketua DPRD Medan dipimpin oleh Hasyim, yang berasal dari etnis Tionghoa dan beragama Buddha. Jika dalam periode ini kembali dipilih ketua dari latar belakang yang sama, ini mungkin memunculkan perdebatan di kalangan masyarakat tentang keadilan representasi," papar Shohibul.
Bukan berarti ada sentimen negatif terhadap etnis atau agama tertentu, tetapi pertanyaan tentang rotasi dan diversifikasi kepemimpinan tetap menjadi isu yang sensitif, terutama di masyarakat yang multikultural seperti Medan. Kepemimpinan yang ideal seharusnya mampu mencerminkan pluralisme dan mengakomodasi berbagai elemen masyarakat.
Shohibul Anshor menyebut konsep rotasi seperti yang diterapkan dalam pergantian Panglima TNI, di mana setiap matra (AD, AL, AU) secara bergilir memimpin, dapat menjadi contoh yang relevan bagi partai politik dalam mengelola struktur kepemimpinan internalnya. Rotasi yang adil tidak hanya meningkatkan pemerataan tetapi juga mencegah eksklusivitas kepemimpinan pada kelompok atau individu tertentu.
Dalam konteks DPRD Medan, rotasi yang sehat antar berbagai kelompok dapat menciptakan kesan inklusivitas dan keterwakilan yang lebih luas, serta menghindari kesan bahwa kepemimpinan hanya didominasi oleh satu kelompok tertentu.
Pengamat sosial politik yang juga dikenal sebagai kolumnis ini menyebut jika
PDIP kembali memilih
Ketua DPRD Medan dari etnis dan agama yang sama tanpa adanya interval yang signifikan, ini dapat menimbulkan persepsi di masyarakat tentang adanya dominasi etnis atau kelompok tertentu dalam kepemimpinan politik lokal.
Meski tidak selalu mencerminkan ketidakadilan secara langsung, persepsi ini dapat berpotensi menggerus kepercayaan masyarakat, terutama di kalangan kelompok mayoritas yang merasa kurang terwakili. Penting bagi
PDIP untuk menjaga keseimbangan antara pemilihan figur yang kompeten dengan kepedulian terhadap keragaman sosial dan demografis Medan.Kesimpulan
PDIP perlu menimbang dengan hati-hati keputusan mengenai calon
Ketua DPRD Medan, baik dari segi mekanisme internal partai maupun dari perspektif representasi sosial. Keputusan yang berdasarkan preferensi personal tanpa mempertimbangkan aturan partai dapat memperlemah kepercayaan publik dan kader partai.
Di sisi lain, katanya,
PDIP harus memperhatikan persepsi publik terkait representasi yang adil dan inklusif dalam memilih pimpinan legislatif yang mampu mewakili keberagaman dan aspirasi masyarakat Medan. Pendekatan rotasi dalam kepemimpinan, seperti yang dicontohkan oleh militer, dapat menjadi solusi untuk menciptakan kesan keadilan dan pemerataan dalam kepemimpinan politik daerah.**