Medan, MPOL -Pimpinan sekaligus pemilik salah satu
rumah tahfiz qur'an (RTQ) di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, dilaporkan ke Polrestabes Medan. Pria itu diduga telah berulang kali melakukan
pelecehan seksual terhadap sejumlah santrinya. Kasus ini beberapa bulan yang lalu sudah dilaporkan ke Polrestabes Medan. Namun, terkesan jalan di tempat, orang tua para korban bersama warga sekitar yang tinggal tak jauh dari lokasi kejadian tersebut melakukan aksi demo di RTQ itu. Aksi itu diketahui kepala dusun setempat lalu terduga pelaku berinisial MHP diarak ke Polsek Medan Tembung, Rabu (6/11/2024) sekira pukul 22.30 WIB. Selanjutnya, dari Polsek terduga pelaku dibawa ke Polrestabes Medan, Kamis (7/11/2024) sekira pukul 00.30 WIB.Dalam kasus tindak pidana ini, sedikitnya ada tiga santri yang menjadi korban dan berani mengutarakan perihal yang dialami para korban kepada orang tuanya. Mereka yakni FH (12) dan RH (14) keduanya warga Kecamatan Medan Denai, Kota Medan serta AMR (14) warga Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.Orang tua korban melalui kuasa hukumnya, Deded Syahputra mengatakan kasus ini terungkap setelah para korban sudah keluar dari RTQ dan memberanikan melapor kejadian yang dialami. Laporan polisi dibuat sebanyak tiga kali, di mana laporan Bulan Juni sebanyak dua kali dan laporan ketiga di Bulan September 2024."Dugaan
pelecehan yang dilakukan terduga pelaku yakni para santri (korban) dibuat semacam ada
ritual khusus setiap malam melayani dia (MHP). Modusnya dia ini awalnya minta dipijat lalu minta dilakukan onani sampai keluar atau segala macam, tapi tidak sampai disodomi," kata Deded Syahputra di Mapolrestabes Medan, Kamis (7/11/2024) siang.Deded menyebut dirinya dihubungi agar mendatangi Unit PPA Satreskrim Polrestabes Medan untuk mendampingi pemeriksaan korban. Saat ini, terduga pelaku yang dikenal masyarakat terkesan sebagai ustaz kharismatik sudah diamankan polisi."Di dalam (RTQ) itu memang tidak ada ancaman, tapi semacam ada pencucian otak bagi santri-santri yang menjadi korbannya untuk jangan melapor ke masyarakat atau orang tua bahwasanya 'ini loh ini aib ustaz, jadi gak boleh disebarkan," ungkap Deded."Ritualnya itu setiap malam mereka (para korban) harus secara bergantian 'melayani' dia gitu, satu-satu. Informasi yang kami dapat perlakuan seperti itu sejak rumah tahfiz itu berdiri, sekitar 3 tahun," tambahnya. *